Pemerhati Lingkungan: Daur Ulang E-Waste di Batam Aman Asal Sesuai Standar dan Izin
Batam -(RempangPost.Com)-Isu dugaan masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari Amerika Serikat ke Batam menarik perhatian publik dan pemangku kebijakan. Namun, pemerhati lingkungan sekaligus auditor manajemen ISO 9001, Dodi Jufri, MM, menegaskan bahwa pengelolaan limbah elektronik (e-waste) di Batam aman selama dilakukan sesuai standar lingkungan dan oleh perusahaan yang memiliki izin resmi.
“Memang benar bahwa barang elektronik mengandung komponen berbahaya seperti timbal. Namun, perusahaan di Batam saya lihat sudah memiliki teknologi dan mesin yang mampu memisahkan bahan berbahaya tersebut, sehingga proses daur ulang dapat berjalan aman dan terkendali,” ujar Dodi saat diwawancarai pada Sabtu (11/10).
Dodi menambahkan, kegiatan daur ulang e-waste telah berlangsung di Batam selama bertahun-tahun dengan pengawasan dari instansi terkait seperti BP Batam dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Selain menjaga lingkungan, industri ini juga berkontribusi dalam mengekstraksi logam berharga seperti emas, platinum, dan perak yang dapat dimanfaatkan kembali dalam rantai industri nasional.
Sebagian hasil olahan e-waste dari Batam bahkan dikirim ke wilayah lain, seperti Bogor, untuk proses pengolahan lanjutan. Hal ini menjadi bagian dari sistem sirkular ekonomi yang legal dan termonitor.
Namun demikian, Dodi mengingatkan pentingnya membedakan antara e-waste legal yang didaur ulang dan limbah ilegal yang hanya ditimbun atau dibuang sembarangan. “Selama dilakukan oleh perusahaan berizin dan sesuai prosedur, daur ulang e-waste itu aman. Tapi kalau hanya dibuang tanpa pengolahan, apalagi ilegal dari luar negeri, itu yang harus dicegah,” tegasnya.
Dalam hal pengelolaan lingkungan, Dodi juga menekankan pentingnya penerapan sertifikasi ISO 14001, yang menjamin adanya sistem pengendalian pencemaran dan keberlanjutan lingkungan pada operasional perusahaan.
Sementara itu, sejak akhir September 2025, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan sementara impor bahan baku e-waste. Kebijakan ini berdampak langsung terhadap industri daur ulang di Batam, di mana ribuan tenaga kerja kini terancam kehilangan pekerjaan.
“Kami sudah bekerja sejak 2017. Perusahaan tempat kami bekerja sudah lengkap izinnya dan semua kegiatan dilakukan sesuai aturan. Sekarang kami khawatir karena kegiatan produksi berhenti,” kata Wahyu, salah satu pekerja daur ulang e-waste di Batam.
Dalam diskusi kelompok terarah (FGD) yang digelar oleh Sustainable Circularity Consulting Indonesia (SCCI), para pemangku kepentingan menyepakati pentingnya sinkronisasi regulasi antar lembaga, termasuk KLHK, Kemenperin, Kemendag, dan BP Batam, agar tidak terjadi kekosongan aturan yang menghambat keberlangsungan industri ramah lingkungan ini.
Ketua Tim Ahli Kajian, Masyithoh Annisa, menyebutkan bahwa pengelolaan e-waste adalah bagian dari upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama poin ke-12 mengenai konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Pihak KLHK dalam FGD tersebut menegaskan bahwa semua bahan yang mengandung B3 wajib memiliki izin peredaran dan pengolahan. Di sisi lain, Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa e-waste boleh diolah di kawasan berikat selama tidak dijual untuk konsumsi dalam negeri.(Herry)
Redaksi
